Badai Komet di Matahari

Kala sebagian dari kita mencemaskan perilaku Matahari yang kian meningkat dan berujung pada aktivitas badai Matahari besar–besaran pada Desember 2012 kelak yang berpotensi memicu kiamat di Bumi, mitos yang berkembang menjadi urban legend padahal dari sisi fisika Matahari dan astronomi tidak memiliki bukti kuat, badai dalam jenis lain justru benar–benar terjadi di Matahari.
Selama sepuluh hari berturut–turut, tepatnya antara 13 hingga 22 Desember 2010, lingkungan di sekitar Matahari digempur 25 komet pelintas dekat Matahari (sungrazer atau sundiving), atau 5 komet per dua hari. Ini lima kali lipat lebih besar dibanding rata–rata normal bagi komet sungrazer, sehingga peristiwa tersebut merupakan badai komet.
Salah satu komet sungrazer yang terlibat dalam badai komet Desember 2010. Kiri: komet nampak utuh dalam citra LASCO C2 20 Desember 2010 pukul 16:38 UT. Kanan: dalam 5 jam kemudian coma telah menguap habis dan hanya menyisakan ekor komet yang samar. Kredit foto : SOHO
Akibat terangnya langit disekitar Matahari, tak satupun dari 25 komet sungrazer itu yang bisa diamati mata manusia di Bumi meski menggunakan teleskop terkuat sekalipun. Berterima kasihlah kepada SOHO (Solar and Heliospheric Observatory), satelit tua produk kolaborasi badan ruang angkasa AS (NASA) dan konsorsium Eropa (ESA) yang telah bertengger di orbitnya sejauh 1,5 juta km dari Bumi sejak 1995, karena hanya dengan mata tajamnyalah khususnya melalui teleskop LASCO (Large Scale Coronagraph) C2 dan C3, badai komet ini bisa teramati. LASCO bertumpu pada koronagrafnya yang memblokir cakram fotosfer Matahari yang menyilaukan, ibarat menciptakan gerhana Matahari artifisial secara terus menerus yang memungkinkan lingkungan langit di dekat matahari bisa diamati dengan lebih seksama.
Astronom Matthew Knight dari Observatorium Lowell di Flagstaff, Arizona (AS) menggarisbawahi bahwa semua komet yang terlibat dalam peristiwa badai komet sungrazer tersebut adalah komet mini, dengan garis tengah hanya puluhan meter. Komet–komet itu juga merupakan komet es, yakni komet yang intinya merupakan gumpalan material volatil dan debu yang diikat es. Konsekuensinya, ketika komet–komet tersebut bergerak menuju perihelionnya (titik terdekat orbitnya dengan Matahari), peningkatan suhu akibat penyinaran Matahari menyebabkan sublimasi es menjadi uap sehingga timbul emisi debu, uap air dan material volatil lainnya dengan intensitas yang kian bertambah. Secara kasat mata hal ini nampak sebagai terbentuknya dan meningkatnya ukuran coma beserta kecerlangannya. Pada komet sungrazer kecil, termasuk yang terlibat badai komet ini, peningkatan suhu kala mendekati perihelionnya demikian besar sehingga terjadi sublimasi brutal yang menguapkan seluruh massa inti komet tanpa sisa.
Dari 2.000 buah komet sungrazer yang telah terdeteksi SOHO selama ini, 83 % di antaranya dikategorikan sebagai keluarga komet Kreutz. Komet–komet yang tergabung dalam keluarga komet ini, yang mengambil namanya dari Heinrich Kreutz astronom berkebangsaan Jerman yang pertama kali memperlihatkan hubungan antara komet–komet sungrazer, merupakan komet berorbit retrograde karena memiliki inklinasi 144o dan longitude perihelion di sekitar 280o–282o. Analisis dinamika anggota keluarga komet Kreutz oleh astronom Brian Marsden dari Harvard Minor Planet Center memperlihatkan sekuens evolusi komet yang mengesankan yang telah dimulai lebih dari dua millenium lalu.
Komet Ikeya–Seki, diabadikan astronom Roger Lynds di observatorium Kitt Peak, Arizona (AS) pada 29 Oktober 1965. Ikeya–Seki merupakan anggota utama keluarga komet Kreutz. Komet–komet dari keluarga komet Kreutz inilah yang berpartisipasi dalam badai komet Desember 2010 Kredit foto : NASA
Komet–komet Kreutz kemungkinan besar berasal dari sebuah komet sangat besar (dengan diameter inti ~100 km atau lebih dari dua kali lipat diameter inti komet legendaris Hale–Bopp) yang menempuh orbit sangat lonjong (eksentrisitas ~ 0,99) dengan periode 600–700 tahun yang mencapai perihelionnya di tahun 372 SM. Aristoteles, Ephorus dari Cymea dan sejarawan Callisthenes dari Olynthus turut menjadi saksi munculnya komet ini, namun yang mengejutkan tak satupun peradaban di luar Yunani (misalnya Cina atau Mesir) yang mencatatnya. Saat itu komet terlihat sangat cemerlang dengan ekor sangat panjang memenuhi langit. Berselang beberapa waktu kemudian terjadilah gempa besar Achaea yang menghancurleburkan kota Helice dan Buris. Inilah yang kelak di kemudian hari membuat Aristoteles menabalkan komet sebagai benda langit pembawa berita buruk, sebuah miskonsepsi yang terus bertahan hingga kini.
Ephorus dari Cymea menyebut komet tersebut kemudian nampak terpecah menjadi dua bagian. Dengan besarnya diameter inti komet dan sangat dekatnya perihelion dengan Matahari (diindikasikan hanya 70.000 km dari permukaan fotosfer), gaya pasang surut gravitasi (tidal) Matahari memungkinkan terjadinya fragmentasi (pemecah–belahan) inti mengingat perihelion komet telah memasuki ruang Hill (orbit Roche) Matahari. Namun pernyataan Ephorus tidak disokong oleh sumber–sumber lain. Analisis memperlihatkan meski fragmentasi kemungkinan besar terjadi, namun fragmen–fragmennya mustahil untuk bisa dilihat mengingat dengan dekatnya perihelion terhadap Matahari, langit menjadi sangat terang sehingga komet takkan terlihat di siang bolong.
Tidak ada catatan yang jelas mengenai komet sejenis di abad kelima. Catatan berikutnya memperlihatkan komet yang sama muncul lagi di tahun 1106 M dan teramati oleh hampir semua peradaban yang eksis saat itu seperti Romawi (Timur), Cina, Jepang, Korea dan Islam. Komet teramati hingga 40 hari di siang bolong sejak Februari 1106, sangat terang dengan ekor sangat panjang (60°–100°). Marsden mengestimasi komet ini (yang dikatalogkan sebagai komet X/1106 C1) hanya sejauh 70.000 km dari permukaan fotosfer Matahari saat mencapai perihelionnya dan terfragmentasi dalam 1,8 jam kemudian. Fragmentasi demi fragmentasi saat berada di titik perihelionnya inilah yang menghasilkan beraneka ragam fragmen dari berbagai ukuran, yang kemudian menjadi keluarga komet Kreutz. Fragmentasi yang sama juga membuat karakter orbit tiap fragmen yang terbentuk menjadi sedikit berubah dibanding induknya.
Gangguan gravitasi 4 planet besar tata surya (Jupiter, Saturnus, Uranus dan Neptunus) pun berperan mengubah orbit tiap fragmen, sehingga periodenya merentang antara 700 tahun hingga 900 tahun. Cukup banyak fragmen mini yang terbentuk dan tak teramati meski tiba di perihelionnya. Namun ada beberapa fragmen besar yang terbentuk sehingga nampak sangat terang dan bisa diamati dengan mudah. Salah satunya adalah komet Ikeya Seki (C/1965 S1), dengan diameter ~5 km yang nampak sejak September 1965 hingga Januari 1966 dan pada puncaknya memiliki magnitude visual –11 (hampir menyamai Bulan purnama) kala melintas 450.000 km dari permukaan fotosfer Matahari.
Jadi, peristiwa badai komet di Matahari pada bulan Desember 2010 lalu bukanlah peristiwa yang datang secara tiba–tiba. Badai tersebut merupakan rentetan kemunculan komet sungrazer, yang pemicunya diinisiasikan pada 2.400 tahun silam. Apakah badai komet ini berpengaruh pada Bumi? Dengan karakteristik orbitnya yang retrograde dan tidak bersinggungan dengan orbit Bumi, komet–komet sungrazer memiliki probabilitas nol untuk bertabrakan dengan Bumi. Sebaliknya komet–komet sungrazer kerap menyajikan pemandangan langit nan mengesankan, seperti yang terakhir kita alami di tahun 1965 lalu.
Tags: , , , , , ,

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Akankah Betelgeuse Meledak Sebelum Tahun 2012?

Setidaknya saat ini ada 3 pemberitaan dengan berita utama yang hampir sama. Beritanya menarik loh.  Dalam ketiga berita tersebut, disebutkan Bumi tak lama lagi akan memiliki “Dua Matahari”.
BIntang maharaksasa Betelgeuse yang dipotret oleh VLT milik ESO pada panjang gelombang dekat infra merah. Kredit : ESO / Perre Kervella
Salah satu berita menyebutkan Betelgeuse akan mendekat dan supernova mencapai Bumi sebelum tahun 2012 ketika si bintang meledak. Di berita lainnya disebutkan menurut prediksi Brad Carter, dosen fisika senior dari University of Southern Queensland, Australia, saat Betelgeuse meledak sebagai supernova ia akan sangat terang sampai-sampai malam akan menadi seperti siang hari selama satu atau dua minggu.
Nah menarik kan? Apalagi disebutkan bintang maha raksasa merah di Rasi Orion itu akan “meledak” dan tampak seperti “Matahari” akhir tahun ini… ok.. artinya.. kita akan melihat “bintang terang laksana Matahari di tahun 2012. Artinya lagi, apa ini ada kaitannya dengan isu kiamat. Oh la la…
Setelah mencoba mencari tau sumber “kredibel” (paper yang diterbitkan resmi di jurnal ataupun sumber pertama lainnya jika ini bukan hasil penelitian) dari berita tersebut, ternyata diketahui berita tersebut berasal dari salah satu media di Australia.
Dalam berita tersebut pemberitaannya tidak jauh berbeda, yakni kita akan melihat matahari lain menyinari Bumi meski hanya dalam hitungan beberapa minggu. Selain itu ditambahkan juga bahwa ketika ledakan tersebut terjadi, akan ada hujan partikel nutrino yang menghantam Bumi meskipun katanya lagi tidak berbahaya.
Pertanyaannya benarkah ? Simak yuk!

Mengenal Bintang Betelgeuse

Ilustrasi permukaan Betelgeuse yang mendidih. Kredit : ESO / L. Calçada
Betelgeuse, bintang yang satu ini sangat mudah dikenali di langit malam. Ia berada di antara bintang-bintang si rasi sang pemburu aka Orion dan ia juga merupakan bintang terang ke-2 setelah Rigel di rasi tersebut.  Kamu bisa mengenalinya dnegan mudah bahkan ketika dilihat dari kota yang penuh cahaya.
Nama Betelgeuse berasal dari bahasa arab yad al-Jawza yang artinya “tangan Jawza”. Jawza sendiri merupakan nama dari konstelasi Gemini.  Di abad pertengahan karakter pertamanya salah dibaca saat di alihbahasakan ke latin menjadi Bedalgeuze. Dan di masa renaisanse, nama ini kemudian dikoreksi menjadi Betelgeuse.
Bintang yang satu ini masih terhitung muda jika dibandingkan dengan usia Matahari. Namun di kelasnya, ia sudah termasuk bintang tua yang tengah menjalani masa tua sebagai bintang maha raksasa merah.
Usianya hanya beberapa juta tahun  namun kecerlangannya sangat besar, cahayanya 100000 kali cahaya Matahari. Ukuran bintang ini juga raksasa mencapai hampir 1000 kali ukuran Matahari. Ukuran yang ekstrim untuk sebuah bintang yang hidupnya hanya sebentar.
Nah, jika Betelgeuse ditempatkan di pusat Tata Surya, maka Ia akan sangat besar karena ia diselubungi atmosfer 1000 kali Matahari sehingga ia akan mencapai Jupiter dan menelan Merkurius, Venus, Bumi, Mars dan asteroid di sabuk asteroid. Massa bintang ini mencapai sekitar 20 massa Matahari. Bintang yang memiliki massa besar akan memiliki evolusi yang cepat, demikian juga Betelgeuse.
Dalam usianya yang hanya beberapa juta tahun, Betelgeuse saat ini sedang menghadapi masa tuanya sebagai bintang maha raksasa merah dan tak lama lagi akan mendekati akhir hidupnya yakni meledak sebagai supernova.
Betelgeuse ini juga dikenal sebagai bintang variabel, yakni bintang yang cahayanya berubah-ubah.  Sebagai bintang maha raksasa merah, Betelgeuse yang berada pada jarak 640 tahun cahaya ini diketahui ada struktur serupa gelembung raksasa di permukaan bintang yang berdenyut. Bintang Betelgeuse juga diketahui memiliki sejumlah besar materi yang terbuat dari berbagai molekul dan debu yang di daur ulang sebagai bahan bintang generasi berikutnya atau juga planet seperti Bumi. Fakta lainnya, bintang ini mulai mengerut dan mengalami kehilangan materi secara teratur yang setara dengan massa Bumi setiap tahunnya.
Suatu hari, ia akan mengakhiri masa hidupnya dan meledak sebagai supernova dalam beberapa juta tahun lagi. Pada saat itu terjadi, para pengamat di Bumi akan mendapat kesempatan untuk menikmati kecerlangannya yang terang bahkan di siang hari.

Dua Matahari dan Supernova yang mencapai Bumi

Nah, terkait berita yang datang bahwa kita akan melihat dua Matahari di penghujung tahun 2011 selama beberapa minggu dan Betelguese akan meledak dalam rentang sekarang. Perlu diketahui Betelguese berada 640 tahun cahaya dari Bumi.  Jarak yang luar biasa jauh yang artinya cahaya dari Betelgeuse butuh waktu 640 tahun untuk tiba di Bumi dan dilihat manusia.  Jadi, perubahan yang terjadi di bintang tersebut sekarang tidak akan bisa ketahui hanya dalam hitungan detik.
Betelgeuse akan meledak itu benar. Tapi di tahun 2012? Wah luar biasa. Tidak ada indikasi apapun tentang itu dan bahkan pemodelan dan pengamatan pun tidak akan bisa memprediksikan waktu setepat itu.
Yang pasti Betelgeuse tidak akan meledak dalam setahun dua tahun ini. Ia masih membutuhkan waktu jutaan tahun untuk mengakhiri masa tuanya dan meledak.
Dalam berita disebutkan juga supernova itu akan mencapai Bumi ketika bintang meledak. Dalam artikel awal sebelum dialihbahasakan disebut juga yang sampai ke Bumi adalah partikel-partikel nutrino. Hmm..  Lagi-lagi jarak menjadi masalah.
Betelgeuse berada 640 tahun cahaya yang artinya ia berada pada jarak 6.054.738.179.200.000 km atau kira-kira 6 bilyun km. Jarak ini terlalu jauh untuk bisa mengancam manusia.
Mengutip Phil Plait dari Bad Astronomy, “jika ada supernova yang bisa mengancam manusia dengan hujan partikel atau bahkan menggoreng manusia dengan cahayanya, maka ia harus berada pada jarak 25 tahun cahaya. Dan Betelguese berada 25 kali lebih jauh dari jarak itu. Artinya lagi kekuatannya untuk bisa menyakiti manusia akan berkurang 600 kali. :)   Pada jarak tersebut, ketika ia meledak jutaan tahun lagi. Betelgeuse memang akan tampak terang secerlang Bulan Purnama.  Dan itu jelas sangat terang di malam hari dan menyilaukan mata.  Tapi yang pasti bintang ini tidak akan tampak terang seperti Matahari. Ia bahkan tak kan bisa mencapai 1/100000 kecerlangan Matahari jika dilihat dari Bumi. Dan yang pasti ketika itu terjadi, manusia tidak akan terancam”.
Jadi, tidak akan ada supernova apapun di tahun 2012 yang bisa mengukuhkan teori kiamat 2012!.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS