Lubang hitam yang bergerak berlawanan arah

Alam semesta menyimpan misteri yang sangat besar. Ini tak bisa dipungkiri. Bahkan walaupun hasil pengamatan telah membawa manusia pada pemahaman akan alam semesta, selalu saja ada sesuatu yang membawa manusia untuk melihat setiap kejadian di alam semesta itu unik dan bahkan mengejutkan.
Kali ini cerita itu datang dari lubang hitam. Ia seakan menantang pemahaman manusia dan membawa kita untuk melihat dari cara yang bertentangan dengan pemahaman konvensional. Hasil penelitian terbaru menunjukan kalau lubang hitam supermasif yang berputar berlawanan arah ternyata bisa menghasilkan jet gas yang sangat kuat dan ganas. Hasilnya, implikasi pada perubahan galaksi berdasarkan waktu akan dapat terjadi.
Apa yang terjadi di seluruh galaksi, tak bisa tidak sangat bergantung pada apa yang terjadi di area pusat yang kecil tempat lubang hitam berada.
Pergerakan Lubang Hitam

Lubang hitam supermasif dan jet atau semburan yang muncul. Kredit : NASA
Lubang hitam di alam semesta merupakan distorsi ruang dan waktu yang sangat besar dengan gravitasi yang juga demikian besar sehingga cahaya tak dapat lolos darinya. Selama lebih dari satu dekade, para astronom telah mengetahui bahwa semua galaksi termasuk Bima Sakti dihuni oleh lubang hitam supermasif yang bernilai milyaran massa Matahari. Lubang hitam  dikelilingi dan diberi makan oleh piringan gas dan debu yang dikenal sebagai piringan akresi. Dan terdapat aliran jet yang luar biasa kuat muncul dari bawah dan atas piringan seperti laser ada angin yang sangat kuat bertiup dari piringan itu sendiri.
Dalam pergerakannya, lubang hitam bisa bergerak searah dengan gerak piringan (lubang hitam prograde) atau berputar berlawanan arah putaran piringan yang dikenal sebagai lubang hitam retrograde. Selama beberapa dekade, para astronom meyakini semakin cepat putaran lubang hitam maka semakin kuat juga jet yang dihasilkannya. Namun ternyata ada masalah lain yakni model paradigma putaran. Dalam penelitian pada lubang hitam, ditemukan juga lubang hitam prograde yang tidak memiliki semburan aka jet tersebut.
David Garofalo dari NASA Jet Propulsion Laboratory di Pasadena, Calif dalam penelitian yang ia lakukan selama ini telah mencoba mengajukan model lain dari lubang hitam, yakni lubang hitam retrograde. Dalam penelitiannya si lubang hitam retrograde memiliki jet yang sangat kuat sedangkan lubang hitam prograde hanya memiliki jet yang lemah atau tak ada sama sekali.

Bukti Pengamatan

Teori yang diajukan Gorofalo hanya akan jadi teori jika tidak ada pengamatan yang menghubungkan keduanya. Untuk menghubungkan keduanya, pengamatan galaksi dilakukan pada jarak yag berbeda-beda dari Bumi. Pencarian dilakukan pada galaksi “radio yang keras” dan memiliki jet maupun galaksi “radio tenang” yang memiliki jet lemah atau tidak sama sekali. Istilah radio ini muncul karena jet yang muncul pada umumnya menembakan berkas cahaya dalam bentuk gelombang radio.
Hasilnya menunjukkan galaksi radio-keras yang berada lebih jauh ditenagai oleh lubang hitam retrograde sementara obyek radio-tenang yang relatif dekat justru berasal dari lubang hitam prograde. Menurut tim ini, lubang hitam supermasif berevolusi seiring waktu dari gerak retrograde ke gerak prograde. Dengan model yang baru ini, paradoks dari paradigma putaran yang ada bisa diselesaikan. Bahkan menurut David Meier dari JPL, “semua jadi sesuai dengan porsinya masing-masing”.
Lubang Hitam Retrograde
Lantas mengapa lubang hitam dengan putaran yang berlawanan arah memiliki jet yag lebih kuat?
Hal ini tampaknya disebabkan oleh ruang yang lebih besar yang ada antara lubang hitam dan tepi bagian dalam piringan yang sedang mengorbit. Celah yang ada memberi ruang yang lebih besar untuk membentuk medan magnetik yang merupakan bahan bakar dari jet. Ide ini dikenal sebagai konjektur Reynold.
Bayangkan saat kamu mendekati kipas angin lebih dekat. pada saat itu kam bergerak dengan arah rotasi yang sama dengan si kipas angin, tentunya semua akan jadi lebih mudah. Demikian juga dengan lubang hitam. Materi yang mengorbit lubang hitam dalam piringan akan bergerak mendekat ke benda yang bergerak pada arah yang sama dibanding jika obyek lainnya itu bergerak berlawanan arah.
Evolusi Galaksi
Jet atau semburan tiba-tiba dan angin peran penting dalam membentuk nasib galaksi di alam semesta. Beberapa penelitian menunjukkan jet bisa memperlambat bahkan mencegah pembentukan bintang bukan hanya dalam galaksi tempat terjadinya jet tapi juga pada galaksi lain di dekatnya.
Jet yang muncul mengangkut sejumlah besar energi ke piggiran galaksi, menggantikan sejumlah besar volume gas antar galaktik dan bertindak sebagai agen umpan balik antara pusat galaksi dan lingkungan dalam skala besar.
Untuk bisa memahami asal mula semua ini akan menjadi kepentingan dan ketertarikan yang amat tinggi dalam astrofisika modern di masa depan.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

mengali catatan sejarah bima sakti

Sebuah penelitian yang dilakukan para ilmuwan di Universitas Durham mengungkapkan asal muasal bintang purba di alam semesta. Menurut hasil penelitian mereka tersebut, bintang-bintang purba tersebut berasal dari sisa-sisa galaksi kecil yang terkoyak saat terjadi tabrakan galaksi 5 milyar tahun lalu.
Galaksi Yang Terkoyak

Simulasi yang memperlihatkan Galaksi Bima Sakti 5 milyar tahun lalu saat trjadinya tabraka galaksi kecil. Kredit : Andrew Cooper / John Helly / Durham University
Untuk mengetahui kejadian tersebut, para ilmuwan dari Durham’s Institute for Computational Cosmology beserta para kolaborator dari Max Planck Institute for Astrophysics, Jerman, dan Groningen University, Belanda melakukan simulasi besar-besaran yang bertujuan untuk menciptakan kembali awal mula terbentuknya galaksi Bima Sakti.
Simulasi yang dilakukan ini ternyata mengungkap keberadaan bintang-bintang purba ditemukan di puing halo bintang sekeliling Bima Sakti, ternyata telah terkoyak dari galaksi yang lebih kecil akibat gaya gravitasi yang terbentuk saat terjadinya tabrakan galaksi.
Menurut prediksi kosmolog, alam semesta dini terdiri dari galaksi-galaksi kecil yang memiliki masa hidup pendek dan memimpin terjadinya kekerasan. Galaksi-galaksi ini kemudian bertabrakan satu sama lainnya meninggalkan puing-puing yang akhirnya menetap dan tampak seperti galaksi dalam hal ini Bima Sakti.
Hasil penelitian ini juga sekaligus menunjukkan kalau bintang-bintang purba di Bima Sakti sesungguhnya berasal dari galaksi lain dan bukannya bintang-bintang awal yang lahir di Bima Sakti saat ia mulai terbentuk 10 milyar tahun lalu.
Arkeologi Galaktik
Penelitian ini tak pelak membuat Andrew Cooper dari Universitas Durham beserta rekan-rekannya menjadi ahli arkeologi galaktik yang mencari situs dimana terdapat bintang purba untuk diteliti sehingga bisa mengungkap sejarah terbentuknya galaksi Bima Sakti. Dan yang pasti untuk mendapatkan situs bintang purba pun tak mudah, karena mereka tersebar di sekeliling galaksi, bukan terkumpul hanya di suatu tempat saja.
Simulasi yang dijalankan menunjukkan betapa berbedanya relik yang ada di Bima Sakti saat ini, seperti halnya bintang-bintang purba yang memiliki kaitan dengan sebuah kejadian di masa lalu. Nah, seperti halnya lapisan batuan purba yang mengungkap sejarah Bumi, halo bintang juga mempertahankan catatan berbagai kejadian dramatik pada satu periode di masa lalu Bima Sakti yang berakhir jauh sebelum Matahari lahir.
Simulasi yang dilakukan ini dimulai sesaat setelah Dentuman Besar, sekitar 13 milyar tahun lalu. Setelah itu digunakan hukum fisika yang berlaku umum untuk mensimulasi evolusi materi gelap dan bintang-bintang. Simulasi ini dilakukan dengan kondisi yang realistik serta mampu memperbesar dan memperlihatkan detil struktur halo bintang, termasuk di dalamnya “aliran” bintang. Aliran bintang disini merupakan bintang yang terlontar atau tertolak dari galaksi-galaksi kecil sebagai akibat gaya gravitasi materi gelap.
Hasil simulasi memperlihatkan, satu bintang dalam seratus bintang di Bima Sakti berasal dari halo bintang, yang lebih besar dari piringan spiral galaksi. Dan bintang-bintang tersebut usianya sudah hampir setua alam semesta.
Tak pelak, simulasi ini bisa dikatakan merupakan cetak biru dari pembentukan galaksi, yang memperlihatkan petunjuk penting dari sejarah kelam dan dramatik yang pernah ada di Bima Sakti.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Menguak rahasia cincin gas di leo

Menyingkap misteri di alam semesta memang tak kan pernah selesai. Namun setiap ada satu cerita yang terkuak, selalu saja ada cerita menarik di dalamnya. Kali ini tim peneliti internasional berhasil mengungkap asal muasal cincin gas raksasa yang ada di grup Leo.

Cincin di grup lokal Leo. kredit :CFHT/Astron - P.A. Duc
Grup Leo merupakan salah satu grup lokal yang berisi galaksi-galaksi, di antaranya adalah Bima Sakti. Grup galaksi lokal biasanya juga terdiri memiliki lebih dari 30 galaksi termasuk di dalamnya galaksi katai.
Gas Purba
Dengan menggunakan Canada-France-Hawaii Telescope, para peneliti berhasil mendeteksi tanda tangan optik cincin yang ternyata memiliki kaitan dengan area pembentukan bintang. Nah, pengamatan ini sekaligus juga mengesampingkan asal usul gas yang berasal dari galaksi. Dari hasil simulasi numerik, skenario pembentukan cincin bisa diketahui yakni dari tabrakan antar dua galaksi yang terjadi lebih dari 1 milyar tahun lalu.
Dalam teori pembentukan galaksi yang ada saat ini, akresi gas primordial merupakan proses kunci pada tahap awal pertumbuhan galaksi. Gas primordial aka gas purba memiliki 2 ciri utama yakni, gas purba tak pernah berdiam di galaksi manapun, dan ia juga tidak memenuhi kondisi yang dibutuhkan untuk membentuk bintang. Pertanyaannya apakah proses akresi seperti ini masih terjadi pada galaksi dekat?
Untuk menjawabnya dilakukan survei pada area langit yang cukup besar agar bisa mendeteksi gas primordial.
Cincin Raksasa di Leo
Cincin Leo, sebuah cincin raksasa yang terbentuk dari gas dingin dan membentang selebar 650000 tahun cahaya mengelilingi galaksi-galaksi yang ada di grup Leo. Cincin ini merupakan awan dan gas antar galaktik yang misterius sekaligus dramatik. Bahkan semenjak penemuannya di era 80-an, asal usul dan sifat-sifat alaminya masih saja diperdebatkan.
Akan tetapi, studi yang dilakukan pada kelimpahan logam di dalam gas justru menunjukkan kalau cincin tersebut ternyata terbentuk dari gas primordial. Untuk mempelajari gas yang ada disana, para peneliti menggunakan kamera MegaCam yang sangat sensitif yang dipasang pada Canada-France-Hawaii Telescope.
Berkat sensitivitas alat tersebut, mereka bisa mengamati rekan dan jejak optik lainnya dari area paling rapat di cincin dalam cahaya tampak bukannya gelombang radio. Cahaya yang dipancarkan oleh bintang muda masif mengarahkan pada fakta kalau cincin gas tersebut memiliki kemampuan untuk membentuk bintang.
Cincin gas dan bintang disekeliling galaksi juga memberi petunjuk keberadaan cincin yang lain. Sebuah cincin yang dikenal sebagai cincin hasil tabrakan, terbentuk saat dua buah galaksi saling bertabrakan. Contoh cincin tersebut bisa dilihat di galaksi Cartwheel. Nah, dengan penemuan cncin hasil tabrakan tersebut, apakah lantas cincin di Leo juga merupakan cincin yang berasal dari hasil tabrakan juga ?
Untuk mengetahui jawabannya, maka dilakukan simulasi numerik yang bisa memberi demonstrasi dan gambaran tentang sang cincin di Leo tersebut. Hasilnya, cincin ini memang berasal dari tabrakan raksasa dua galaksi lebih dari 38 juta tahun cahaya yang lalu. Pada saat terjadinya tabrakan, piringan gas salah satu galaksi tertiup ke luar dan kemudian membentuk cincin di luar galaksi. Hasil simulasi lanjut juga berhasil mengidentifikasi kedua galaksi yang bertabrakan itu yakni NGC 3384, salah satu galaksi ang berada di pusat grup Leo dan M96, galaksi spiral masif yang berada di batas luar grup. Dan tak hanya itu. Waktu tabrakannya pun berhasil diprediksi yakni lebih dari 1 milyar tahun lalu.
Yang pasti gas di Leo ini bukanlah gas primordial dan masih terus dilakukan pencarian gas primordial tersebut.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Piringan debu disekeliling bintang ganda dekat

Cerita dari ruang angkasa memang tak pernah habis. Kisah demi kisah diungkap untuk menambah khazanah pengetahuan bagi manusia. Kali ini cerita itu datang dari sistem bintang ganda dekat. Sistem ini tampaknya tidak akan pernah bisa menjadi daerah terbaik bagi kehidupan untuk tumbuh. Bagaimana bisa?

Ilustrasi tabrakan planet di sistem bintang ganda dekat. Kredit : NASA
Data yang dihasilkan Teleskop Spitzer milik NASA, menunjukkan sejumlah besar debu di sekeliling 3 pasang sistem bintang ganda dekat. Keberadaan debu tersebut memang mengejutkan namun diperkirakan ia merupakan hasil akhir dari tabrakan benda-benda planetari.
Bintang Ganda Dekat yang diamati
Dalam penelitian ini, pengamatan dilakukan pada RS Canum Venaticorums, atau RS CVns, sistem bintang ganda yang sangat dekat dan hanya terpisah oleh jarak 3,2 juta km. Jarak ini hanya 2% jarak Matahari-Bumi (150 juta km). Jadi bayangkan betada dekatnya kedua bintang tersebut. Pasangan bintang ini juga saling mengelilingi satu sama lainnya dengan hanya satu wajah yang terkunci untuk saling berhadapan satu sama lainnya.
Sistem bintang ganda ini juga memiliki kemiripan dalam hal ukuran dengan Matahari, namun keduanya masih sangat muda hanya sekitar 1 milyar atau beberapa milyar tahun. Mirip dengan usia Matahari saat kehidupan pertama kali berevolusi di Bumi.  Yang menarik kedua bintang tersebut berputar jauh lebih cepat dari Matahari dan akibatnya keduanya memiliki medan magnetik yang sangat kuat dan terdapat bintik gelap raksasa.  Aktivitas magnetik tersebut mengendalikan angin bintang yang kuat – versi badai dari angin matahari – dan akan memperlambat bintang serta menarik kedua bintang untuk semakin mendekat seiring waktu. Dan inilah saat dimana kekacauan antar planet akan terjadi.
Sistem Keplanetan di Bintang Ganda Dekat RS CVns
Kalau memang kekacauan dalam sistem keplanetan di bintang ganda dekat tersebut akan terjadi. Apakah benar di sana ada planet? Sampai saat ini memang belum ditemukan keberadaan planet di sistem RS CVns, namun secara teori keberadaan planet dalam sistem bintang tersebut memang memungkinkan. Bahkan keberadaan planet di zona laik huni bintang pun bisa terjadi. Dan jika ada kehidupan di planet tersebut, maka yang muncul adalah malapetaka bagi kehidupan itu sendiri.
Dari data yang dihasilkan observatorium inframerah Spitzer, jika ada planet di sistem bintang tersebut, maka pastinya si planet sangat tidak beruntung karena akan terjadi tabrakan secara terus menerus.  “Inilah fiksi ilmiah yang muncul dalam kehidupan nyata”, kata Jeremy Drake dari Harvard-Smithsonian Center for Astrophysics, Cambridge, Mass yang memimpin penelitian tersebut.
Saat kedua bintang mendekat, gaya gravitasi dan pengaruhnya pun berubah. Akibatnya, terjadi gangguan terhadap benda-benda planetari yang mengitari kedua bintang. Komet dan planet yang mungkin ada di dalam sistem tersebut akan saling mendorong dan menabrak satu sama lainnya, bahkan kadang dalam sebuah tabrakan yang sangat dasyat.
Hal yang sama juga terjadi pada planet yang secara teoretik bisa ada di zona laik huni bintang ganda, sebuah area yang temperaturnya bisa mempertahankan air dalam bentuk cair ada di planet. Meskipun belum ada planet laik huni yang ditemukan disekeliling bintang selain Matahari, namun sistem bintang ganda dekat sudah diketahui bisa memiliki planet, yakni sistem HW Vir dengan 2 planet gas raksasa.
Tak pelak kondisi di sistem bintang ganda dekat RS CVns bisa memberi gambaran tahap akhir kehidupan sistem keplanetan jika ada planet disana.
Piringan Debu yang dilihat Spitzer
Ilustrasi pasangan bintang ganda dekat yang dikelilingi piringan debu. kredit : NASA
Dari data yang diambil Spitzer, tampaknya si teleskop landas angkasa ini berhasil melihat piringan debu panas yang bersinar dalam inframerah, dengan temperatur lava cair disekitar 3 sistem bintang ganda dekat.  Salah satu sistem ganda diketahui memiliki ekses yang mencurigakan pada cahaya inframerah di tahun 1983 oleh Infrared Astronomical System. Sebagai tambahan, peneliti yang menggunakan Spitzer juga menemukan piringan puing-puing di sekitar bintang lainnya yang ternyata juga merupakan sistem bintang ganda dekat.
Debu yang dilihat Spitzer, secara normal seharusnya sudah terhambur dan terhembus keluar dari bintang yang sudah memasuki usia “dewasa”. Karena itu, tentunya ada sesuatu yang lain – dalam hal ini tabrakan planetari yang kemudian membentuk debu baru. Dan karena piringan debu ini ditemukan juga pada 4 sistem bintang ganda tua, para peneliti yakin kalau pengamatan ini tidaklah kebetulan. Ada sebuah kekacauan yang terjadi pada sistem tersebut.
Seandainya saja teori sistem keplanetan pada bintang ganda itu terjadi, dan memang ada planet laik huni yang terbentuk disana, maka ketika para penghuninya menengadah ke langit mereka aka menemukan 2 matahari raksasa, seperti yang ada di planet Tatooine di Star Wars.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Benarkah Mars Mendekat ke Bumi 27 Agustus?


Akhir-akhir ini beredar kabar di internet bahwa Planet Mars akan mendekat ke Bumi pada 27 Agustus. Dikatakan bahwa dilihat dengan mata telanjang, planet merah itu akan terlihat sebesar bulan purnama dari Bumi. Saat itu, Bumi seakan-akan memiliki dua bulan.

Pesan yang beredar ini bukan kali pertamanya. Pesan yang sama telah beredar pada 2004 lalu -- dalam format email -- berjudul 'Mars Spectacular' yang dikirim oleh sumber anonim. Namun, tak disebutkan di tahun berapa, momentum 27 Agustus itu akan terjadi.

Berita ini menyebar dengan cepat melalui dunia maya. Isi email itu, pada 27 Agustus Mars akan mendekat ke Bumi, hanya dalam jarak 34,65 mil (55 juta kilometer), peristiwa langka yang terjadi dalam 60.000 tahun terakhir. 

Selain penampakan Mars sebesar penampilan Bulan, mendekatnya planet itu ke Bumi akan menimbulkan masalah gravitasi pada Bumi, membuat masalah pasang surut yang mengganggu.

Untungnya kabar mendekatnya Mars ke Bumi adalah berita bohong.  Menurut juru bicara  Planetarium Scienceworks, Rohan Astley, email yang sama terus beredar setiap tahun, mendekati Bulan Agustus.

Ditambahkan dia, memang Mars pernah mendekat ke Bumi, tapi bukan tahun ini.

"Mars memang pernah mendekat ke Bumi pada Agustus 2003, namun penampakan planet merah itu hanya jelas terlihat melalui teleskop, tidak dengan mata telanjang," demikian dimuat laman News.com.au, Senin 9 Agustus 2010.

Seperti dimuat laman Space, 27 Agustus yang dimaksud oleh email itu, adalah 27 Agustus 2003, saat Mars mendekat ke Bumi dalam jarak 55,7 juta kilometer.
Teleskop Hubble saat itu mengabadikan gampar spektakuler dari Mars. Namun saat itu, dengan mata telanjang, Mars hanya terlihat tak lebih dari bintang oranye terang, sama sekali tak terlihat seperti bulan purnama.

Tahun 2010 ini, Mars akan terlihat kecil, tak semencolok penampakannya pada 2003. (umi)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Tumbukan Galaksi

Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) merilis foto  dan video spektakuler tumbukan dua galaksi.

Disebut sistem Galaksi Antennae  karena bentuknya seperti antrena. Ia terletak di 62 juta tahun cahaya dari Bumi -- disajikan dalam  gambar komposit dari Observatorium Chandra X-ray (warna Biru), teleskop Hubble (warna emas), dan teleskop Spitzer (warna merah).

Tumbukan yang terjadi sejak  lebih dari 100 juta tahun lalu ini memicu pembentukan  jutaan bintang di awan -- yang terbentuk dari debu dan gas -- di galaksi. Yang terbesar dari bayi bintang ini telah melampaui evolusi mereka dalam beberapa juta tahun meledak sebagai supernova.

Gambar X-ray dari Chandra menunjukkan awan besar yang panas, gas interstellar -- yang telah disuntik dengan unsur yang kaya  dari ledakan supernova. Gas ini kaya dengan elemen seperti oksigen, besi, magnesium, dan silikon -- yang akan digabungkan ke dalam unsur bintang atau planet baru.

Sementara, titik-titik terang dalam gambar disebabkan materi yang jatuh ke dalam lubang hitam (black hole) dan
juga neutron dari sisa-sisa bintang besar. Beberapa lubang hitam diperkirakan memiliki massa yang hampir seratus kali Matahari.

Sedangkan data dari  Spitzer menunjukkan cahaya inframerah dari awan debu hangat yang telah dipanaskan oleh bintang-bintang yang baru lahir -- dengan awan yang melayang berada di tengah dua galaksi.

Data Hubble menggambarkan bintang tua berwarna merah, filamen debu dalam warna cokelat, dan bintang-bintang yang baru lahir berwarna kuning dan putih. Objek redup dalam gambar optik adalah kelompok yang berisi ribuan bintang. (sj)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Asteroid Setara 100 Bom Nuklir Ancam Bumi

Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) sedang mempertimbangkan mengirimkan satelit tak berawak ke asteroid yang berpotensi menubruk Bumi.

Sasarannya adalah asteroid 1999 RQ36 -- yang punya peluang 1:1.000 menabrak Bumi sebelum tahun 2200. Ini tak main-main, meski peluang tak besar, jika asteroid itu menubruk Bumi, kerusakannya setara 100 bom nuklir yang diledakan sekaligus.

Berdasarkan analisa orbit asteroid itu, kemungkinan besar asteroid 1999 RQ36 akan menubruk Bumi pada 24 September 2182 -- para ilmuwan ingin mengumpulkan sample batu asteroid untuk membantu memperkirakan lintasannya secara lebih akurat.

Jika rencana NASA mendapatkan 'lampu hijau', satelit akan diluncurkan pada 2016 untuk memetakan dan mengumpulkan sampel asteroid -- yang lebarnya 1.800 kaki atau sekitar 548,64 meter.

Proyek  pengiriman satelit yang disebut 'OSIRIS-Rex' adalah satu dari dua 'finalis' dalam kompetisi untuk mencari pendanaan.

Pesaingnya adalah misi pendaratan di Planet Venus. Kedua proyek ini akan dibahas dalam lokakarya dua hari di Washington, yang dimulai Selasa 10 Agustus 2010. Proyak mana yang didahulukan akan diumumkan tahun depan.

NASA telah resmi mengklasifikasikan RQ36 sebagai asteroid 'berbahaya' saat ia melintas 280.000 mil dari Bumi. Dengan jaraknya yang makin mendekat dengan Bumi, asteroid ini lebih terjangkau dari yang lain.

Michael Drake, pimpinan proyek OSIRIS-Rex mengatakan, "menjadi asteroid yang paling gampang dijangkau berarti juga paling mungkin menabrak Bumi," demikian dimuat laman Telegraph.

Sementara, Clack Chapman, ilmuwan planet di Southwest Research Institute di Boulder, Colorado mengatakan dampak RQ36 adalah ledakan dahsyat yang menghancurkan.

"Akan sangat dahsyat, seperti 100 bom nuklir kuat meledak secara bersamaan, menciptakan kawah yang lebarnya sekitar 10 kilometer," tambah dia.

Panel pakar yang ditunjuk oleh Presiden, Barack Obama telah menyarankan, program ruang angkasa NASA masa depan harus melampaui Bulan. Ilmuwan lebih menyarankan misi pendaratan ke asteroid -- yang nyata mengancam Bumi.

Sementara, Badan Antariksa Eropa, European Space Agency pada 2008 mengumumkan,  mereka akan memilih sebuah asteroid kecil, kurang dari 0,6 kilometer, di dekat Bumi dan mengirim sebuah pesawat ruang angkasa untuk mengebor untuk debu dan puing-puing yang akan dianalisis. (hs)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Hujan Meteor dan Tiga Planet Bermunculan

Jelang akhir pekan ini para warga di muka bumi disuguhkan tontonan menarik di langit. Di beberapa tempat, hujan meteor Perseid sudah muncul. Selain itu, bakal muncul pula sejumlah planet yang bisa disaksikan dengan mata telanjang di malam hari.

Menurut laman Space.com, warga yang berada di Kawasan Utara Bumi bisa menyaksikan hujan meteor Perseid pada Kamis malam waktu setempat (Jumat dini hari atau pagi WIB) hingga Jumat pagi (siang WIB). Bila tidak dihalangi awan, hujan meteor bisa disaksikan langsung setiap menit.

Selain awan, benda langit yang bisa mengganggu pemandangan hujan meteor itu adalah cahaya bulan purnama. Namun, kali ini, bulan itu tidak akan mengganggu.

Para astronom dan pengamat benda-benda angkasa di mancanegara berharap hujan meteor Perseid bisa menampilkan yang terbaik dan sesekali dapat menghadirkan letupan sinar. Menurut kalangann astronom, beberapa bola api dan ledakan meteor - yang disebut bolide - bisa terlihat jelas.

"Pada Sabtu malam [waktu AS], satu bolde bisa terlihat," kata Steve Lieber, anggota suatu komunitas astronomi di Long Island. "Tampilannya bakal seperti kilatan sinar dan diikuti oleh ekornya selama sekitar 15 atau 20 detik," lanjut Lieber. 

"Tampaknya tahun ini makin sering terjadi pemandangan meteor. Semoga tampilan hujan meteor itu sangat jelas," kata kolumnis Space.com, Joe Rao.

Sementara itu, planet Venus, Mars, dan Saturnus juga akan menampakkan diri. Tiga planet itu diperkirakan mulai terlihat sekitar Kamis malam atau Jumat disertai dengan kemunculan bulan sabit.

Mereka yang beruntung bisa melihat keempat benda angkasa itu dengan jelas di horison bagian barat begitu malam tiba. Selain itu, Jupiter akan terlihat seperti batu permata yang indah di langit bagian selatan. (umi)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

"Tunggu Bukti Keberadaan Alien 25 Tahun Lagi"


Para ahli yang meyakini keberadaan alien yakin, bukti adanya mahkluk ekstraterresterial (ET) itu mungkin akan datang 25 tahun lagi.

"Saya yakin, peluang kita menemukan ET sangat besar," kata Seth Shostak, astronom senior Search for Extraterrestrial Intelligence Institute (SETI) di Mountai Vies, California, seperti dimuat laman Space.
"Para generasi muda di sini, saya yakin Anda memiliki kesempatan baik untuk melihat ini terjadi," kata dia di konferensi SETI.

Shostak mendasarkan keyakinannya pada estimasi persamaan Drake (Drake Equation) -- formula yang ditemukan pendiri SETI,  Frank Drake.

Ini adalah formula untuk menghitung jumlah (N) dari peradaban alien yang mungkin bisa kita ajak berkomunikasi. Persamaan ini juga memperhitungkan berbagai faktor, termasuk kecepatan formasi bintang di galaksi, fraksi bintang yang diduga punya planet yang bisa dihuni,  peradaban yang memiliki teknologi yang bisa menyiarkan keberadaan mereka ke ruang angkasa, dan panjang waktu sinyal yang akan disiarkan.

Beberapa faktor dalam persamaan Drake ini banyak yang diketahui angkanya. Namun, beberapa ilmuwan pentolan di SETI menyertakan prediksi mereka.

Salah satunya, astronom Carl Sagan. Dia membuat estimasi bahwa N = 1 juta dalam persamaan Drake, penulis fiksi ilmiah Isaac Asimov bertahan pada angka 670,000. Sementara, Drake sendiri lebih konservatif. Kata dia N=10.000.

Soal perbedaan itu, Shostak mengatakan, meski nilai yang lebih rendah yang ternyata benar, tak butuh waktu lama bagi para ilmuwan untuk menemukan tanda keberadaan alien.

"Jarak itu, dari jutaan ke 10.000 -- adalah estimasi dari orang-orang yang mendirikan dan bekerja dalam SETI," kata Shostak. "Orang-orang ini jelas tahu soal apa yang mereka bicarakan. Pointnya, kita akan melintasi kehidupan lain dalam beberapa lusin tahun atau bahkan dalam dua lusin tahun."

Pencarian alien oleh SETI diharapkan membuat lompatan dengan menggunakan Allen Telescope Array -- jaringan piringan radio yang sedang dalam proses pembangunan di California utara. Pada tahun 2015 diharapkan, array itu bisa memindai ratuan ribu bintang untuk mencari tanda-tanda kehidupan mahluk ekstraterresterial.

Namun, sementara itu, manusia bisa berharap menemukan tanda-tanda keberadaan  alien dengan cara mengirim sinyal ke angkasa.

Meski, tambah Shostak, itu akan jadi hal yang sulit. Meski demikian, dengan memiliki bukti bahwa kita tidak sendirian di alam semesta mungkin akan menjadi prestasi yang bisa mengubah dunia. (sj)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Ledakan raksasa di Galaksi M87



VIVAnews -- Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) merilis gambar letusan 'gunung raksasa' di galaksi besar M87 -- sesuai pengamatan satelit NASA, Chandra X-ray Observatory dan Very Large Array (VLA) milik National Science Foundation (NSF).

Kejadian menakjubkan itu diamati dari jarak sekitar 50 juta tahun cahaya. Meski beda galaksi, M87 relatif dekat dengan Bumi dan terdapat di pusat klaster Virgo -- yang terdiri dari ribuan galaksi.

Klaster yang mengelilingi M87 dipenuhi gas panas dalam bentuk sinar X-ray -- dideteksi oleh satelit Chandra dengan warna biru. Saat gas ini mendingin, ia bisa jatuh ke pusat galaksi -- lalu terus mendingin dengan cepat dan membentuk bintang baru.

Sementara, observasi radio VLA (merah) menunjukkan pancaran M87 merupakan partikel yang energik yang diproduksi oleh black hole (lubang hitam) yang menginterupsi proses ini.

Pancaran ini mengangkat gas yang relatif dingin di dekat pusat galaksi dan menghasilkan gelombang kejut di atmosfer galaksi --karena kekuatannya yang supersonik.

Interaksi 'ledakan' kosmik di lingkungan galaksi ini sangat mirip dengan letusan Gunung Eyjafjallajokull di Islandia yang terjadi 2010 ini.

Pada Eyjafjallajokull, kantung-kantung gas panas yang meledak di permukaan lava menghasilkan gelombang kejut yang bisa terlihat melalui asap abu-abu gunung berapi.

Gas panas ini kemudian naik ke atmosfer, yang juga menyeret abu gelap.

Proses ini dapat dilihat dalam film tentang gunung berapi Eyjafjallajokull di mana gelombang kejut merambat asap diikuti dengan munculnya awan abu gelap ke atmosfer. Awan inilah yang mengacaukan dunia penerbangan Eropa.

Dalam analogi Eyjafjallajokull, partikel-partikel energi yang dihasilkan di sekitar munculnya lubang hitam melalui sinar-X memancarkan atmosfer klaster -- mengangkat gas paling dingin di dekat pusat M87.

Ini mirip dengan gas vulkanik panas menaikan awan gelap berisi partikel-partikel abu. Dan seperti gunung berapi di Bumi, gelombang kejut dapat dilihat ketika lubang hitam (black hole) memompa partikel energi ke klaster gas. (NASA)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Planet asing mirip bumi

Badan antariksa Amerika Serikat (NASA)  mengumumkan temuan baru yang dihasilkan satelit Kepler,  Kamis 26 Agustus 2010. Kepler menemukan kelompok planet alien, planet-planet yang tak pernah dilihat sebelumnya itu mengelilingi sebuah bintang -- seperti planet dalam tata surya yang mengelilingi Matahari. Temuan itu dinamakan sistem Kepler 9.

Pengamatan dari observatorium Kepler mengkonfirmasikan dua planet seukuran Saturnus mengorbit sebuah bintang -- dalam jarak sekitar 2.300 tahun cahaya dari Bumi.

Mereka juga mengungkapkan kandidat planet yang mungkin sama ukurannya dengan Bumi dalam sistem yang sama.

Mengapa kandidat? Karena keberadaannya belum terkonfirmasi.

Sampai saat ini, para astronom belum mengkonfirmasi apakah ada planet yang potensial seperti Bumi -- dalam arti bisa menopang kehidupan. Namun, analisa awal mengatakan, planet tersebut punya radius 1,5 kali Bumi.

Observasi lanjutan dari sistem planet tersebut akan membantu menjawab pertanyaan adakah kehidupan di luar Bumi.

"Kami berharap dalam beberapa hari atau minggu, kami bisa memastikannya," kata William Borucki, peneliti utama Keppler di

Pusat Penelitian Ames milik NASA, seperti dimuat laman Space, 26 Agustus 2010.

Untuk kali pertamanya,  analisis pengamatan Kepler juga dikombinasikan dengan waktu transit dan observasi kecepatan radial untuk memperkirakan massa planet-planet alien itu.

Dua planet terbesar dalam sistem ini yang dinamakan Kepler 9b dan Kepler 9c  -- ditemukan memiliki diameter yang hampir sama. Keduanya punya massa dan kepadatan seperti Saturnus.

Namun, dua planet tersebut terlalu dekat dengan bintang -- mirip Matahari, seperti Merkurius yang mengorbit Matahari. Dua planet itu diduga kuat tidak memiliki kehidupan karena sangat panas.

Planet Kepler adalah kelompok planet ke dua yang diumumkan minggu ini. Sebelumnya, astronom Badan Antariksa Eropa (ESO) mengumumkan penemuan 'tata surya' yang terdiri dari tujuh planet yang berjarak 127 tahun cahaya dari Bumi.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS